Thursday, December 20, 2012

Aku Tidak Lebih Baik Daripadamu


“sem.pur.na a 1 utuh dan lengkap segalanya (tidak bercacat dan bercela) 2 lengkap; komplet 3 selesai dengan sebaik-baiknya; teratur dengan sangat baiknya 4 baik sekali; terbaik” (Depdiknas, 2008: 1265)

Seringkali kita pikir bahwa di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna. Oh ya? Ciyus? Miapah? (alay... zzz...) Parameter ‘sempurna’ seperti apa yang kita gunakan, itu akan memberikan penilaian sendiri terhadap apa-apa saja yang ada di dunia ini. Entah seperti apa, ya itu mah terserahmu saja.

Tapi, sekali lagi, saya ingin membagikan analogi favorit saya tentang apa itu kesempurnaan (terlepas dari hal yang ‘Maha Sempurna’, Dia mah tidak bisa dibandingkan dengan apa-apa yang menjadi ‘hamba-Nya’).

People is just like a coin. Manusia itu cuma seperti sekeping koin. Masing-masingnya mempunyai sisi yang berbeda. Muka pertama angklung, muka dibaliknya ternyata garuda. Di depan melati, eh dibaliknya garuda juga (hehe). Namun, jika salah satu sisi-nya hilang, apakah nilai dari koin itu akan tetap sama seperti semula? Gak tau juga, sih, kalau dalam kenyataan, tapi kalau menurut saya mah gak bakal bernilai lagi, karea salah satu sisinya yang merupakan kelengkapannya hilang. Yasudah.

Sama seperti manusia, dia selalu mempunyai dua sisi. Positif dan negatif. Bahkan jika tidak bisa baca-tulis itu kamu anggap sebagai hal yang negatif, Rasulullaah pun demikian. Namun, hal-hal itulah yang membuat seorang manusia menemukan kesempurnaannya. Mempunyai dua sisi, sehingga kita bisa saling melengkapi dan menasehati. Saat manusia mempunyai 100 kelebihan dengan nihilnya kekurangan, dunia tentu takkan seimbang, karena setiap manusia akan hidup untuknya sendiri, tidak membutuhkan keberadaan orang lain untuk  melengkapi hidupnya yang penuh superioritas. Begitu juga sebaliknya. Sedih banget, merana...

Menurut saya, itulah. Saat salah satunya hilang, kita tidak akan menjadi manusia lagi. Karena manusia itu mempunyai hati yang sangat mudah bolak-balik-nya. Kadang malaikat, kadang iblis, kadang Lucifier (haha). Manusia pun punya potensi yang tidak bisa diseragamkan; unik, penuh intrik, tapi menarik. Misalnya, saat kamu bisa muterin kepala 180 derajat, saya bisa muterinnya 360 derajat (alias 0 derajat, haha). Sisi-sisi itu patut kita syukuri dan manfaatkan sebaik mungkin, dengan mengasah itu semua agar hal-hal tersebut selalu tetap proporsional. Dan takkan ada yang namanya gradasi tanpa ada heterogenitas warna, seperti takkan adanya pelangi tanpa adanya 7 warna. Ya.

Dan begitulah, dengan kedua sisi yang kumiliki, aku tidak lebih baik darimu. Dan kamu juga tidak lebih baik daripadaku. Siapa yang tahu, coba?  Kalau kita punya iman, ya kita akan mengimani, hanya Dia saja yang tahu siapa yang lebih baik di antara sekian banyaknya manusia yang masih ataupun sudah tidak hidup lagi di dunia. Jadi, berhentilah statis. Hidup ini tidak akan seru jika kita selalu merasa cukup dengan apa yang kita punya. Berbeda merasa cukup dengan menyederhanakan diri. Kesempurnaan kita akan selalu dinamis atau statis, tergantung dari cara kita menjalani dan menyikapi hidup yang banyak garisnya ini.

Ya, aku tak lebih baik darimu, jadi jangan lihat saya dengan parameter sempurnamu yang dibutakan oleh utopiamu saja. Kamu juga sama. Deal? J Dengan begitu, kekecewaan kita terhadap sesama akan sedikitnya terkurangi dengan sendirinya.

“Ya, keharmonisan, kecocokkan, kepaduan, itu...
takkan terjadi tanpa adanya kelebihan dan kekurangan.”

Sunday, December 16, 2012

Kata-kata Perpisahan dengan Harmoni


Sebuah Periode yang (Harus) Berakhir: Sebuah Pengantar

Segala puji hanya milik Allah subhanahuwata’ala. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah shalallaahu’alayhiwasallam.

Kepada segenap Gama FIB yang saya hormati,

satu periode ini hampir selesai. Setelah saya, kami, dan Anda semua berbicara beberapa saat dalam Sidang Akhir Tahun ini, periode kami di BEM Gama FIB Unpad pun akan selesai.

Periode merupakan sebuah rangkaian waktu yang berantai; terbentuk dari sebuah fase tertentu. Agaknya, akan membingungkan Anda memang jika saya harus membicarakan waktu. Karena waktu merupakan hal yang abstrak. Terkadang kita tidak merasakan waktu karena leha-lehanya kita. Namun ada kalanya kita sangat merasakan keberadaan waktu karena sibuknya kita atas agenda-agenda yang semoga saja melahirkan manfaat, setidaknya bagi yang terdekat dari diri kita.

Periode yang telah kami jalani takkan mungkin bisa kembali. Segala jejak yang tersisa; baik yang buruk maupun sebaliknya, takkan mungkin terhapus dari sejarah, meskipun Anda, bahkan kami, mungkin akan melupakannya. Ya, tidak bagi para saksi-saksi bisu yang menemani perjalanan kami selama ini. Laporan pertanggungjawaban ini merupakan salah satu diantara mereka

Periode ini, telah mengadakan dan meniadakan banyak hal. Kami tidak berani menyatakan diri bahwa jargon ‘Harmoni’ yang kami tanam itu telah sampai pada pucuknya (indikator keberhasilannya), melihat dari banyaknya hal baru yang muncul dan hal lama yang dikorbankan, bahkan dibuang. Apakah yang muncul itu baik, atau sebaliknya? Apakah yang dibuang itu buruk, atau sebaliknya? Apakah (bermanfaat) yang telah kami upayakan itu? Bijaknya, silakan Anda lihat. Segala sikap yang muncul, merupakan cerminan dari diri. Dan tiada yang salah dari itu, dalam tataran cermin.

Periode yang penuh dinamika. Manusia dinamis adalah manusia yang hidup; karena dinamika merupakan salah satu syarat kehidupan. Maka kami berani menyatakan bahwa kami pernah ada. Kami pernah hidup. Karena kami pernah menggerakkan roda dinamika fakultas kita, dengan sedaya upaya yang kami mampu. Kaderisasi dan pengembangan karakter mahasiswa, penalaran, minat, dan bakat, media dan informasi, hubungan internal dan eksternal, sikap sosial dan pengupayaan kesejahteraan mahasiswa, perapian administrasi dan pengelolaan keuangan internal, semuanya merupakan gerigi dinamika yang menggerakkan potensi di bidang masing-masing. Imbasnya, positif-negatifnya, tergantung dari penerimaan para individu yang menjadi objek, bahkan subjek yang bertanggung jawab akan dinamika yang telah terjadi. Silakan Anda lihat, dan biarkan Dia yang menilai; karena ada yang Maha yang selalu memantau kita dengan detilnya dan tanpa jemu, bagi orang-orang yang masih mempunyai iman di hati.

Akhirnya, kalau memang semua yang telah kami mulai harus berakhir, kami hanya bisa mengucapkan dua ungkapan: “Terima kasih,” dan “Mohon maaf,” Terima kasih, atas segala bentuk dukungan, partisipasi, dan refleksi yang diberikan atas apa yang telah kami lakukan.  Mohon maaf, atas segala ketidaksempurnaan kami yang tampak sebagai kesalahan, kelalaian, atau kebodohan. Itu semua, masih menandakan bahwa kami hanyalah manusia. Manusia yang hanya ingin berusaha berbagi kebermanfaatan dengan apa yang dia bisa, manusia yang hanya ingin mencoba menambah kapasitasnya agar bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi. Manusia, yang ingin sedikit berlelah, hanya untuk sekedar belajar dari kenyataan.

Bagi yang akan melanjutkan atau bahkan menggantikan kami, laporan pertanggungjawaban ini bisa Anda gunakan sebagai sumber sejarah. Silakan digunakan sebagaimana mestinya, karena jika perjuangan yang telah berjalan selalu dimulai kembali dari garis start, garis finish akan selalu menjauh dengan sendirinya. Pada kenyataannya, manusia seringkali mengalami kemunduran karena sekedar gengsi. Namun kemunduran itu toh tidak selamanya (akan menjadi) buruk. Jadi silakan sikapi dengan bijak.

Alhamdulillaah. Demikian.

Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa 
menghargai kreasi dan mengoptimalkan potensi.

Jatinangor, untuk 8 Desember 2012
Wakil Ketua BEM Gama FIB Unpad
Kabinet Harmoni
Muhammad Dzikri
 


Muhammad Dzikri
NPM 180610090022

Wednesday, August 29, 2012

Berat

Bukan hanya mataku, seluruh semesta seakan sangat berat janari ini.
Meskipun ku terjaga dengan sebenar-benarnya jaga, seakan masih ada yang tertidur.

Namun dengan itu semua, akankah membuat kau kalah? Kurasa kau pun tahu jawabnya. Jawaban yang sudah tak usah lagi kita perbincangkan apalagi pergunjingkan, tak usah lagi kita diskusikan apalagi seminarkan.

Ku coba menyapa seekor nyamuk yang sedang mencari oasis kehidupannya. Berapakah nilai setetes darah manusia bagimu? Dia menjawab dengan percaya dirinya, "Seharga diriku; jiwa dan raga, bahkan lebih."

Mungkin kedengarannya terlalu sombong bagi sekedar nyamuk yang sering kita bunuh sehari-hari, namun begitulah adanya. Terkadang ku berpikir, mereka lebih baik daripada manusia, dalam beberapa hal.

Manusia sering terlena dengan tidurnya, namun seekor nyamuk melihat itu semua sebagai peluang.

Tidak sekedar peluang, karena itu menyangkut 'jiwa dan raga, bahkan lebih'.

Dan mereka tidak sedikit pun gentar akan resiko 'tepukan malaikat maut' atau 'aerosol pencabut nyawa' yang sering dia temui, bahkan sudah menjadi santapan sehari-hari.

Dengan umur yang sependek itu, mereka seakan ingin menciptakan sebuah 'sejarah'. Dan sejarah-sejarah itu pun tercipta, bahkan lebih dari yang apa dia bayangkan.

Kematian hanyalah kewajaran, bagi mereka. Bukan sesuatu hal yang menakutkan dan harus dihindari. Itu adalah hal yang meniscayakan yang harus dihadapi.

Ku terlalu banyak belajar, sehingga berat itu pun tak berkurang.

Seekor lagi pun mati lagi. Itukah hidupmu yang singkat?

Ya, tidak buruk. Kau memang pencetak sejarah. Terima kasih.

Berat... ternyata yang berat itu si hati.

Berat hati, saat harus memilih.

Sebuah visi yang kokoh pun hancur luluh lantak. Semuanya sirna. Semuanya rusak. Semuanya bobrok. Semuanya menjadi tidak jelas. Blur.

Berat ya?

"Tak peduli apapun pilihanmu; selama itu baik. Yang terpenting adalah bagaimana kamu bisa bertanggung jawab atas pilihanmu."

Apakah itu akan membuatmu kalah? Batas jiwa-ragamu lebih dari yang kamu hadapi lalu-lalu. Bahkan lebih dari yang kau bayangkan.

Tak malukah kau kepada sang nyamuk. Mahakarya sang Mahakuasa, kecil, namun kau tak bisa sekedar menyamai kesungguhannya. Padahal kau sering menganggap dirimu sendiri besar, bahkan Mahabesar.

Sombongnya seonggok daging hidup ini.

Berat... Tanggung jawabmu memang berat, wahai daging tulang darah yang ditiupkan Ruh ke dalam kalian semua, sehingga kalian mempunyai 'kehendak bagian'mu masing-masing, yang bisa mengubah nasibmu.

Namun kau telah hidup. Arena ini membuktikannya. Segala manuskrip dan cerita rakyat sudah membuktikan bahwa kau itu hidup, setidaknya 'pernah' hidup. Memberikan sesuatu bagi orang lain, setidaknya bagi onggok-onggok lain yang kau sebut 'anak-cucu'.

Dan kau tak perlu malu, karena pintu restorasi masih terbuka lebar.
Restorasi dari sang Maha Pengembali Jiwa-jiwa yang Hilang.

Hidup itu memang sederhana, manusialah yang mempersulit dirinya, dengan masalah yang ia timbulkan sendiri.

Berat ya? Baru tahu kau jadi manusia itu memang berat. Atau baru sadar?

Tapi apakah kau akan kalah karena itu? Apakah kau masih berniat membuat seminar kegalauanmu  lagi?

Mari pergi, kita daki sebuah gunung. Tidak ada yang akan kita temui di sana selain ranting yang basah. Saat kita sudah sampai puncak. Hirup udara sebisamu, dan mari kita terbang. Membuat jembatan warna dari sayap-sayap transparan, kita hias langit dengan warna kita, apapun warnanya. Pastikan, kita jatuh dengan warna biru. Karena saat kita jatuh, warna terakhir kita kan menjadi langit yang baru.

Setelah jatuh, kita pun akan berpisah. Warna kitalah yang akan tetap melekat pada sayap kita yang mungkin patah karena kita jatuhnya cukup keras. Hitam dan putih pun akan lahir, tergantung gradasi warna yang kita buat selama terjun bebas kita tadi.

Mata ini masih berat, namun ku sudah bisa melihat jelas semuanya. Gentlemen-kah Anda?

Ya, menurut saya gentlemen itu saat kita berani melihat sesuatu hal yang kita tak berani melihatnya.
Tolong bedakan berani dengan nekat.

Yang masih berat banget itu, saat semesta ini menggiring seberkas cahaya suci.
Saat bulan memantulkan cahaya itu, membuat sebuah spot light yang menghujam setiap sudut ruang kecil ini, sekedar menganga pun ku tak sanggup.

Mungkin itulah, yang orang-orang sebut. Tak heran, hidup semakin berat.

Suatu saat, ku kan menjadi cahaya itu juga, meskipun mustahil.
Saat 'kehendak bagian' mau kugunakan, mungkin berat itu akan dijinjing bersama.


Sunday, August 26, 2012

Perpisahan yang Terbungkus Kemenangan

Bismillaah.

Pagi ini kumulai hari lebih pagi dari biasanya. Pada saat saya biasa berkemul dalam selimut dan sarungku, pagi ini berbeda. Saya pun tak tahu mengapa hari ini bisa begitu berbeda. Hari ini ternyata hari terakhirku berada di sini, di rumah orang tuaku. Besok, ku harus kembali ke tempat yang seharusnya ku pijak; planet realitas. Sebuah tempat orang-orang berkecamuk dengan asa dan cita, atau bahkan hanya untuk memenuhi hasrat hedonisme semata.

Berpagi-pagi memang fantastik. Kita bisa menemukan waktu untuk 'menggalaukan segala asa' kepada yang Maha Menciptakan Asa. Ada juga waktu kita berbincang-bincang dengan orang-orang terdekat kita yang ternyata mungkin mereka setiap hari bangun lebih pagi dari kita, mempersiapkan segala kebutuhan kita disamping kebutuhan pribadinya. Tahukah?? Ku ragu selama ini ku tahu. Dan kuragu selama ini ku syukur. Ku tak tahu apa saja yang mereka perbuat sepagi itu, mungkin lebih dari sekedar mempersiapkan makan. Ku tak tahu doa-doa yang sering mereka panjatkan bagi anak-anaknya. Setiap hari. Setiap waktu yang ku tak kuasa menembusnya.

Berpagi-pagi itu ternyata rasanya magis. Hawa kesegaran terasa mengaliri aliran darah. Dinginnya membuat diri terjaga. Segarnya oksigen gratisan tapi tidak murahan, membuat kita kembali hidup setelah mati semalam. Deras air wudhu mengembun di muka, menancapkan paku-paku kesadaran dan cahaya. Dan itu semua dapat membuat seseorang menjadi lebih tangkas menjalani hidup beratus ribu detik ke depan, hingga pada akhirnya jiwa itu mendengkur kembali. Itu bisa didapatkan, hanya bagi orang-orang yang memilih terjaga dalam paginya. Begitu magisnya suasana pagi, sehingga begitu banyaknya keutamaan tak mampu menggairahkan orang-orang yang terjebak dalam selimutnya, hingga malaikat shubuh pun hilang. Mungkin mereka takut. Takut akan mistisnya udara pagi yang dingin, yang akan merenggut dan memutilasi utopia mereka dalam dunia kasur dan selimut.

Pagi ini, ada sepucuk surat kekecewaan yang mampir.

Pagi ini......

Kusempat terhenti menulis.

Nyambungkah prolog saya dengan judul? Hehe, gak kohesif yah. Baiklah, akan saya ceritakan (kembali) apa yang telah saya dengar dari rekaman kajian dulu banget sama Ustadz Salim Akhukum Fillah. Begitu hebatnya dunia zaman sekarang, bisa merekam sesuatu yang telah dilakukan. Baik itu lisan maupun perbuatan. Namun menurut saya, yang belum bisa teknologi ciptakan adalah perekam hati. Hati yang paling dalam, sehingga nurani yang senantiasa membisikkan kebaikan itu bisa terdengar luas. Saya masih tidak tahu apakah yang suka saya atau kamu tulis di jejaring sosial itu adalah ungkapan hatimu yang paling dalam? Atau buku-buku gubahan para pujangga, sastrawan, jurnalis, bahkan tulisan kacangan di blog ini, itukah ungkapan hati? Saya tidak tahu. Namun apalah artinya mempermasalahkan itu. Karena hati hanya bisa dijangkau dengan hati lain. #eeaaaa

Kisahnya tentang Rasulullaah shalallaahu'alayhi wa sallam dan para sahabatnya. Pada saat menjelang Fathul Makkah. Tahukah kau tentang Fathul Makkah?

Nostalgia sejenak. Bagaimana Rasulullaah sungguh jauh dari luar biasa memperjuangkan diin ini. Dicaci, dimaki, diludahi, dilempari kotoran, direncanakan untuk dibunuh, diburu, diperangi, dan lain sebagainya. Namun apa yang Rasulullah lakukan?

Selama perlakuan buruk itu bersifat personal hanya kepada Rasulullah, beliau malah melakukan hal yang mungkin menurut kita tidak logis untuk dilakukan seseorang yang sudah dicederai. Beliau menjenguk orang sakit yang rutin meludahinya setiap kali beliau ke Masjid. Beliau menyuapi orang buta yang selalu menghinanya. Implikasinya? Subhanallah, mereka masuk Islam setelah datang cahaya hidayah melalui ultimate-akhlaq yang dimiliki Rasulullah. Bahkan Abu Bakar Radhiyallaahu 'anhu pada paska  wafatnya Rasulullah pun tidak bisa menyamai keutamaan beliau dalam menyuapi.

Namun jika perlakuan buruk itu melukai diin Islam... Beliau pun berperan sebagai komandan perang terhebat sepanjang masa. Dan itu semua bukanlah kekerasan. Itu adalah sebuah bukti, bahwa kehormatan memang selayaknya dijaga, dengan harta dan jiwa. Dan kehormatan terinti dari seorang hamba adalah agamanya.

Kebayang jika zaman sekarang kita punya pemimpin macam Rasulullaah shalallaahu 'alayhi wa sallam... Mungkin kita akan merasa, tiada lagi yang mampu menggantikannya. Kita ingin selalu ada bersamanya. Saking cintanya kita kepadanya. Sunnahnya akan selalu kita jaga. Saking cintanya kita kepadanya.

Mungkin itu jua lah yang para sahabat Rasulullah rasakan. Pada waktu Fathul Makkah. Pada tahu Fathul Makkah, kan?

Pada momentum itu, seluruh visi berhimpun dari pemahaman yang sama. Segenap asa dicurahkan. Harapan kemenangan di depan mata. Semuanya tanpa pertumpahan apa-apa selain pertumpahan manusia berbondong-bondong memasuki diin Islam. Ka'bah pun merdeka dari berhala-berhala yang mengelilinginya. Mereka bertakbir, bertasbih, dan beristighfar, taubat kepada Allah, yang telah memenuhi janji kemenangan, dan tentu, akan selalu memenuhi janji-janji-Nya. (Inspirasi Surat An-Nashr, yang juga turun pada kronologi yang sama)


Pada saat itu... (balik lagi, kali ini saya bener-bener rerun rekaman mas ustadz)

Kesadaran untuk menggali pemahaman, bahkan saat mereka kemudian tidak sanggup untuk memahami.
Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallaahu'anhu menjadi pembela Rasulullaah ketika kontroversi Perjanjian Hudaybiyah.
Bismillaahirrahmaanirrahim dihapus menjadi bismika allahumma.
Muhammad Rasulullah diganti dengan Muhammad bin Abdillah.
"Apa ini kita memberikan kehinaan bagi agama kita!? Allah adalah Ar-Rahman! Allah adalah Ar-Rahim!"
"Tidak disebut pun, Allah itu Ar-Rahman, Allah itu Ar-Rahim. Dan kita tidak rugi sedikit pun. Dan Allah tak berkurang sedikit pun kemuliaan-Nya hanya karena tidak disebut dalam di perjanjian kita. Karena nama-Nya tetap agung. Hanya dengan nama-Mu yaa Allah."
Muhammad bin Abdillah pun demikian. Itu kehinaan. Kehinaan lebih-lebih adalah, pertama mereka pada tahun itu gagal berangkat masuk ke Masjidil Haram untuk menunaikan Umrah.
Abu Bakar pun menenangkan, "Memangnya Rasulullah menjanjikan itu tahun ini? Bukankah tahun depan kita akan masuk dengan aman? Bukankah Allah telah berfirman: 'Allah mengetahui apa yang tidak mereka ketahui, dan Allah menjanjikan kemenangan yang jauh lebih dekat lagi.' (Al Fath 27) Tahun depan! Kita akan memasuki Masjidil Haram dengan keagungan, dan saat itulah kemudian mereka akan tahu betapa kaum Muslimin ini adalah yang ada di atas kebenaran. Tahun depan! Mereka akan menyaksikan betapa Quraisy menyerahkan permata hatinya; Khalid bin Walid,  Utsman bin Thalhah, Amr bin Al Habsyi."
Abu Bakar adalah orang yang paling paham, dan mencoba memahamkan yang lain.
"Kenapa kita bergencatan senjata 10 tahun lamanya dengan mereka?"
"Kita lihat, siapa yang lebih tidak tahan dalam melanggar perjanjian."
Dan ternyata benar apa yang dikatakan Abu Bakar.
"Kenapa kalau ada saudara kita yang berhijrah ke Madinah, padahal dia dengan keislamannya datang menjauhkan diri dari kemusyrikan, dari penindasan mereka, lalu mereka harus dikembalikan ke Makkah??"
"Bukankah Allah memang memberikan kita sebuah kemudahan, dengan adanya kaum Muslimin di tengah-tengah masyarakat Makkah, untuk memberikan kabar bagi kita apa-apa yang terjadi kepada mereka. Ada mata-mata di Makkah."
"Kenapa kemudian kalau ada penduduk Madinah yang murtad kemudian kembali ke Makkah, kenapa tidak wajib dikembalikan?"
"Apa risaunya terhadap orang yang murtad? Biarlah mereka kembali kepada kekafirannya. Dan biarlah mereka kemudian diselesaikan ketika kekafiran dihapuskan oleh Allah di muka bumi."
Semuanya Abu Bakar pahami, dan kepahaman yang paling agung yang ada pada diri Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah bagaimana dia menyelamatkan umat ketika terjadi keterguncangan yang sangat hebat.
Ketika Rasulullah membacakan An-Nashr,
1. Ketika datang pertolongan Allah dan kemenangan,
2. Dan kamu lihat manusia berbondong-bondong memasuki agama Allah
3. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohon ampunlah kepada-Nya
4. Sesungguhnya Tuhanmu maha penerima taubat
Semua bertakbir! Allaahu Akbar! Kita diberikan kemenangan!
Hanya saja di pojok sana, Abu Bakar menangis tersedu-sedu, dan dengan sendu beliau mengatakan,
"Yaa Rasulallaah, ayah dan ibuku menjadi penebus bagimu... Yaa Rasulallaah, tidak jangan tinggalkan kami, yaa Rasulallaah...."
"Hei... Ada apa orang tua ini?? Ini kabar gembira, kabar kemenangan. Tapi dia menangis?"
Rasulullah bersabda: "Ada seorang hamba yang diberikan pilihan oleh Allah subhanahu wata'ala, apakah dia ingin kenabian dan kerajaan, ataukah kemudian dia ingin bertemu dengan Rafiqul A'laa, Kekasih yang Maha Tinggi, maka ia memilih Ar-Rafiqul A'laa..."
Maka semakin keras tangisan Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Orang-orang lain memahami surat An-Nashr sebagai kabar gembira, namun Abu Bakar memahaminya sebagai tanda perpisahan.
Jika kemudian pertolongan Allah sudah datang, kalau manusia berbondong-bondong masuk agama Islam, maka tugas Rasul selesai. Dan ketika tugasnya selesai dia akan pergi. Dan itu diperkuat dengan kata-katanya, dia memilih Ar-Rafiqul A'la, dia memilih untuk kembali kepada Tuhannya yang Maha Tinggi.
Dan ketika jazirah terguncang dengan wafatnya Rasulullah, Abu Bakar adalah orang yang paling tegar,
"Alangkah harumnya ketika engkau hidup, alangkah harum pula ketika engkau mati." Diciumnya Rasulullah, dan dikatakan,
"Aku bersaksi tiada ilah selain Allah dan Muhammad adalah utusannya. Kalau ini memanglah ajal bagimu tidak mungkin Allah mengumpulkan dua kematian bagimu. Engkau memang telah meninggalkan kami. Maka terima kasih dari kami kepadamu atas hidayah yang engkau bawakan dan bimbingan yang kau berikan."
Abu Bakar pun keluar, menenangkan Umar bin Khaththab dan umat Islam yang masih terguncang,
Ayyuhannaas, man 'abada Muhammadan, faqat maatan Muhammad.
Wahai manusia, barang siapa menyembah Muhammad, maka Muhammad telah mati.
Tapi barangsiapa menyembah Allah subhanahu wata'ala, Allah Maha Hidup.
"Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya telah berlalu beberapa Rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa berbalik ke belakang, maka ia tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Allah akan memberi balasan kepada orang yang bersyukur." (Ali Imran 144)
Seketika... tangisan umat yang mencintai kekasihnya pun tak terbendung lagi...
Getaran jemari saya tak tertahankan. Selain pegal karena cukup panjang, ada getaran lain yang membuat syaraf  'ngeh'...

'Ngeh' ternyata,
pemahaman itu penting.

Untuk mendapatkan suatu pesan dari sebuah peristiwa, pemahaman diperlukan. Sehingga kita bisa menangkap pesan lebih, karena kita membutuhkannya.

Membutuhkannya, untuk tidak cepat senang ataupun sebaliknya.
Membutuhkannya, untuk memahamkan orang lain.
Membutuhkannya, untuk memahami orang lain.
Membutuhkannya, untuk diri sendiri.

Bagaimana dapetin pemahaman? Tidak ada cara lain selain belajar dan berdoa. Belajar, sebagai ikhtiyar kita,  dari setiap garis kehidupan yang kita arungi, karena kita punya 'kehendak bagian' untuk menentukan apa yang kita inginkan, untuk mengejar takdir terbaik kita. Berdoa, karena kita tak kan pernah lepas dari-Nya. Wakafaabillaahi wakiila, hasbunallaah ma ni'mal wakiil.

'Ngeh yang kedua...
Rasulullah, kekasih kita semua...
Abu Bakar, sang pembenar kebenaran...
Mereka adalah role model sahabat sejati.
Mari i'tibar-i perjuangan mereka dan sahabat-sahabat lain, yuk.
Ada hikmah yang jauh dari luar biasa... di setiap skenario kehidupan mereka *tears

Karena semuanya memiliki multi-sisi, sederhananya, dua sisi; positif dan negatif.
Pastikan mata, hati, dan tangan kita dapat melihat keduanya, dengan 'paham'nya.

Jangan sampai kita terlena dengan euforia kemenangan, karena mungkin kita sudah berpisah dengan sesuatu yang penting bagi kita. Begitu pula sebaliknya.

Al haqqu mirrabbik.


Oh ya, btw, menurut Sirah Nabawiyah gubahan Mustafa Sibaie, Fathul Makkah itu terjadi pada Ramadhan tahun 8 Hijriyah.

Sumber:

  • Mushaf Al Quran
  • Taujih Salim A. Fillah 26 November 2011
  • Sibaie, Mustafa. Ebook Sirah Nabawiyah. http//www.dakwah.info
  • Inspirasi pagi hari

Wednesday, August 22, 2012

Naskah "Chidori" (Suzuki Miekichi)


千鳥

鈴木三重吉


 千鳥の話は馬喰ばくろうの娘のお長で始まる。小春の日の夕方、蒼ざめたお長は軒下へむしろを敷いてしょんぼりと坐っている。干し列べた平茎ひらぐきには、もはや糸筋ほどの日影もささぬ。洋服で丘をあがってきたのは自分である。お長は例の泣きだしそうな目もとで自分を仰ぐ。親指と小指と、そしてたすきがけの真似まねは初やがこと。その三人ともみんな留守だと手を振る。あごで奥をゆびさして手枕をするのは何のことか解らない。わらでたばねた髪のほつれは、かき上げてもすぐまた顔に垂れ下る。
 座敷へ上っても、誰も出てくるものがないからはずみがない。廊下へ出て、のこのこ離れの方へ行ってみる。ふもとの家で方々に白木綿を織るのが轡虫くつわむしが鳴くように聞える。廊下には草花のとこが女帯ほどの幅で長く続いている。二三種の花が咲いている。水仙の一と株に花床が尽きて、低い階段を拾うと、そこが六畳の中二階である。自分が記念に置いて往った摺絵すりえが、そのままに仄暗ほのぐらく壁に懸っている。これが目につくと、久しぶりで自分のうちに帰ってきでもしたようになつかしくなる。床の上に、小さな花瓶に竜胆りんどうの花が四五本挿してある。夏二た月の逗留とうりゅうの間、自分はこの花瓶に入り替りしおらしい花を絶やしたことがなかった。床の横の押入から、赤い縮緬ちりめんの帯上げのようなものが少しばかりみだしている。ちょっと引っ張ってみるとすうと出る。どこまで出るかと続けて引っ張るとすらすらとすっかり出る。
 自分はそれをいくつにも畳んでみたり、手の甲へ巻きつけたりしていじくる。後には頭からあごへ掛けて、かんむりひものように結んで、垂れ下ったところを握ったまま、立膝になって、壁の摺絵を見つめる。「ネイションス・ピクチュア」から抜いた絵である。女が白衣の胸にはさんだ一輪の花が、血のようににじんでいる。目を細くして見ていると、女はだんだん絵から抜けでて、自分の方へ近寄ってくるように思われる。
 すると、いつの間にか、年若い一人の婦人が自分の後に坐っている。きちんとした嬢さんである。しとやかに挨拶をする。自分はまごついて冠を解き捨てる。
 婦人は微笑ほほえみながら、
「まあ、この間から毎日毎日お待ち申していたんですよ」という。
「こんな不自由な島ですから、ああはおっしゃってもとうとお出でくださらないのかもしれないと申しまして、しまいにはみんなで気を落していましたのでございますよ」と、懐かしそうに言うのである。自分は狐にでもつままれたようであった。丘の上のひと黄昏たそがれに、こんな思いも設けぬ女の人がのこりと現れて、さも親しい仲のように対してくる。かつて見も知らねば、どこの誰という見当もつかぬ。自分はただもじもじと帯上を畳んでいたが、やっと、
おばさんもみんな留守なんだそうですね」とはじめて口を聞く。
「あの、今日は午過ぎから、みんなで大根を引きに行ったんですの」
「どの畠へ出てるんですか。――私ちょっと行ってみましょう」
「いいえ、もうただ今お長をやりましたから大騒ぎをして帰っていらっしゃいますわ」
「さっき私は誰もいないのだと思って、一人でずんずんここへ上ってきたんでした」と言って、お長が手枕の真似をしたことを胸に浮べる。女の人は少し頭痛がしたので奥でやすんでいたところ、お長が裏口へ廻って、障子を叩いて起してくれたのだと言う。
「もう何ともございません」と伏し目になる。起きて着物をちゃんとして出てきたものらしい。ややあって、
「あなたはこの節は少しはおよろしい方でございますか」と聞く。自分の事は何でもすっかり知っているような口ぶりである。
「どうもやっぱり頭がはきはきしません。じつは一年休学することにしたんです」
「そうでございますってね。小母さんは毎日あなたの事ばかり案じていらっしゃるんですよ。今度またこちらへお出でになることになりましてから、どんなにお喜びでしたかしれません。……考えると不思議な御縁ですわね」
「妙なものですね。この夏はどうしたことからでしたか、ふとこちらへ避暑に来る気になったんですが、――私はあまり人のざわつくところは厭だもんですから。――その代り宿屋なんぞのないということははじめから承知の上なんでしたけれど、さあ、船から上ってそこらのうちへ頼んでみると、はたしてみんな断ってしまうでしょう。困ったんですよ」
 婦人は微笑む。
「それでしかたがないもんだから、とうとのこのこ役場へやって行ったんでした。くるくる坊主ですねここの村長は」
「ええ、ほほほ」
「そしたらあの人が親切に心配してくれたんです」
「そしてここの小母さんに、私は母というものがないんだから、こんな家へ置いてもらったらいいのですがって、そうおっしゃったのですってね」
「そうでしたかなあ。とにかく小母さんを一と目見るとから、何かしら懐しくなったんです」
「そんなにおっしゃったものですから、小母さんもしおらしい方だと思って、お世話をする気になったんですって」
「私は今では小母さんが生みの親のように思われるんですよ。私の家にいたって何だか旅の下宿にでもいるような気がするんですもの」
「小母さんも青木さんはあたしの内証の子なんだかもしれないなんて冗談をおっしゃるんですよ」
「あ、いつか小母さんが指へ傷をしたというのはもう直ったのですか」
「ええただナイフでちょっと切ったばかりなんですから」
 二人はこのような話をしながら待っている。築地ついじの根を馬の鈴が下りてゆく。馬を引く女が唄を歌う。
 障子しょうじを開けてみると、ふもとの蜜柑畑が更紗サラサの模様のようである。白手拭を被った女たちがちらちらとその中を動く。蜜柑を積んだ馬が四五匹続いて出る。やはり女が引いている。向いの、しまのようになった山畠にけむりが一筋揚っている。ほのおがぽろぽろと光る。烟は斜に広がって、末は夕方の色と溶けてゆく。
 女の人も自分のそばへ寄って等しく外を見る。山畠のあちらこちらを馬が下りる。馬は犬よりも小さい。首を出してみると、庭の松の木のはずれから、海が黒くたたえている。影のごとき漁船りょうせんが後先になって続々帰る。近い干潟ひがたの仄白い砂の上に、黒豆をこぼしたようなのは、烏の群が下りているのであろうか。女の人の教える方を見れば、青松葉をしたたか背負った頬冠りの男が、とことこと畦道あぜみちを通る。間もなくこちらを背にして、道について斜に折れると思うと、その男はもはや、ただ大きな松葉のかたまりへ股引の足が二本下ったばかりのものとなって動いている。松葉の色がみるみる黒くなる。それが蜜柑畑の向うへはいってしまうと、しばらく近くには行くものの影が絶える。谷間谷間の黒みから、だんだんとこちらへ迫ってくる黄昏たそがれの色を、急がしいはたの音が招き寄せる。
「小母さんは何でこんなに遅いのでしょうね」と女の人は慰めるようにいう。あたりは見るうちに薄暗くなる。女の人がちょっと出て行って、今度帰って坐った時には、向き合いになってももう面輪おもわが定かに見えない。
 女の人は、立って押入から竹洋灯ランプを取りだして、油を振ってみて、袂から紙を出してしんを摘む。下へ置いた笠に何か書いた紙切れが喰っついている。読んでみると章坊の手らしい幼い片仮名で、フジサンガマタナクと書いてある。
「あら」と女の人は恥かしそうに笑ってその紙をがす。
「章ちゃんがこんな悪戯いたずらをするんですわ。嘘ですのよ、みんな」と打消すようにいう。
「何の事なんです、これは」
「ほほほ」
「フジサンというのは」
「あたしでございます」
「ああ、お藤さんとおっしゃるんですか」
「はい」と藤さんは微笑みながら、立って押入れを探す。
 藤さんという名はこうして知ったのである。
「そしてあなたが何でお泣きになったんです?」
「いいえ、嘘ですの、そんなことは」
燐寸マッチを探していらっしゃるんですか。私が持っています」
「あら、冗談なのでございますわ。あれは章ちゃんが……」と勘違えをしている。ポケットから燐寸を出して洋灯をともすと、
「まあ、恐れ入ります」と藤さんは坐る。灯火ともしびに見れば、油絵のようなあでやかな人である。顔を少し赤らめている。

あしが一番あん」と章坊が着物を引っ抱えて飛びだすと、入れ違いに小母さんがはいってきて、シャツの上から着物を着せかけてくれる。
「さ、これをあげましょう」と下締したじめを解く。それを結んで小暗い風呂場から出てくると、藤さんが赤い裏の羽織をひろげて後へ廻る。
「そんなものを私に着せるのですか」
「でもほかにはないんですもの」と肩へかける。
「それでも洋服とは楽でがんしょうがの」と、初やが焜炉こんろあおぎながらいう。羽織は黄八丈である。藤さんのだということは問わずとも別っている。
「着物が少し長いや。ほら、かかとがすっかり隠れる」と言うと、
「母さんのだもの」と炬燵こたつから章坊が言う。
「小母さんはこんなに背が高いのかなあ」
「なんの、あなたが少し低うなりなんしたのいの。病気をしなんすもんじゃけに」と初やが冗談をいう。
「女は腰のところを下帯でからげて着るんですから」と言って、藤さんはそばから羽織の襟を直してくれる。
「なぜそうするんでしょう」
「みんなそうするんですわ。おや、羽織に紐がございませんわね」
「いいえけっこう」というと、初やが、
「まあ、お二人で仲のいいこと」と言いさま、きゅうにばたばたとはげしく煽ぎだす。
「まあ」と藤さんは赤い顔をしている。

 蜜柑箱を墨で塗って、底へ丸い穴を開けたのへ、筒抜けの鑵詰のからめて、それを踏台の上に乗せて、上から風呂敷をかけると、それが章坊の写真機である。
「またみんなを玩具おもちゃにするのかい」と小母さんが笑う。この細工は床屋の寅吉に泣きついてさせたのだという。章坊は、
「兄さんを写してあげるんだから、よう、炬燵から出てくださいよ」と甘えるように言うかと思うと、
「じきです。じき写ります」と、まじめに写真やのつもりでいる。
「兄さんは炬燵へ当ってる方がうまく写るよ」
「だって姉さんが邪魔をしてるんだもの」と風呂敷の中へ頭を入れる。
「姉さんぐずぐずしてると背中が写ってしまいますよ」
「はいはい」と、藤さんは笑いながら自分の隣へ移る。
「兄さん、もっと真っ直ぐ」
「私の顔が見えるの?」
「見えるとも、そら笑ってらあ。やあい」
 がたがたと箱を揺ぶる。やがてもったいらしく身構えをして、
「はい、写しますよ」とこちらを見詰める。
「あら、目をつぶってるものがあるものか。……さ、写りますよ。……ただ今。はいありがとう」と手に持った厚紙のふたを鑵詰へかぶせると、箱の中から板切れを出して、それをげて、得意になって押入の前へ行く。
「章ちゃん、もう夜はそんな押入なぞへはいるもんじゃないよ」と小母さんが止めると、
「だってお母さん。写真を薬でよくするんじゃありませんか」と泣きそうな顔をする。
「それよりか写真屋さん。一昨日おとといかしら写したあたしの写真はいつできるんですか」と藤さんが問う。小母さんも、「私ももう五六度写ったはずだがねえ。いつできるんだろう。まだ一枚もくれないのね」と突っ込む。それから小母さんは、向いの地方じがたへ渡って章坊と写真をった話をする。章坊は、
「今度は電話だ」と言って、二つの板紙ボールがみの筒を持って出てくる。筒の底には紙が張ってあって、長い青糸が真ん中をつないでいる。勧工場かんこうばで買ったのだそうである。章坊は片方の筒を自分に持たせて、しばらく何かしら言って、
「ね、解ったでしょう?」という。
「ああ、解ったよ」といい加減にを合わしておくと、
「万歳」と言ってにこにこして飛んできて、藤さんをけて自分の隣りへあたる。
「よ。姉さんもだよ」という。
「よしよし」
「何の事なんです」と藤さんは微笑む。
「今電話がかかりましてね、……」
「ああ今言っちゃいけないんだよ兄さん。あれは姉さんには言われないんだから」
「何でしょう。人が悪いのね」
 このようなことを言っているところへ、初やが狐饅頭きつねまんじゅうを買って帰ってくる。小提灯ぢょうちんを消すと、蝋燭ろうそくから白い煙がふわふわとあがる。
「奥さま、今度の狐もやっぱり似とりますわいの」と言ってげらげらと初やが笑う。
 饅頭を食べながら話を聞くと、この饅頭屋の店先には、娘に化けて手拭を被った張子の狐が立たせてあった。その狐の顔がそこのうちの若い女房におかしいほどそっくりなので、この近在で評判になった。女房の方では少しもそんなことは知らないでいたが、先達せんだってある馬方が、饅頭の借りを払ったとか払わないとかでその女房に口論をしかけて、
「ええ、この狐め」
「何でわしが狐かい」
「狐じゃい。知らんのか。鏡を出してこの招牌かんばんと較べてみい。間抜けめ」
 こういったようなことから、後で女房が亭主に話すと、亭主はこの辺では珍らしいさばけた男なんだそうで、それは今ごろ始った話じゃないんだ。己の家の饅頭がなぜこんなに名高いのだと思う、などとちゃらかすので、そんならお前さんはもう早くから人の悪口わるくちも聞いていたのかと問えば、うん、と言ってすましている。女房はわっと泣きだして、それを今日まで平気でいたお前がうらめしい。畢竟ひっきょうわしをばかにしているからだ。もうこれぎり実家さとへ帰って死んでしまうと言って、箪笥たんすから着物などを引っ張りだす。やがて二人で大立廻りをやって、女房は髪を乱して向いの船頭の家へ逃げこむやら、とうと面倒なことになったが、とにかく船頭が仲裁して、お前たちも、元を尋ねると踊りの晩に袖を引き合いからの夫妻めおとじゃないか。さあ、仲直りに二人で踊れよおい、と五合ばかり取ってきた。その時の女房との条約にもとづいて、店の狐は翌日から姿を隠してしまった。ほかの狐が箱にはいって城下の人形屋から来て、ふたたび店に立ったのはついこの間の事である。今度のは大きさもいたちぐらいしかないし、顔も少し趣を変えるように注文したのであろうけれど、
「なんぼどのような狐をこしらえてきたところで、お孝ちゃんの顔が元のままじゃどうしてもだめでがんすわいの。へへへへへ」と、初やは、やっと廻りくどい話を切ってあちらへ立つ。藤さんはもう先達も聞いたから、今夜はそんなにおかしくはないと言ったけれど、それでもやはりはじめてのように笑っていた。
 話が途絶とだえる。藤さんは章坊が蒲団へ落したあんを手の平へ拾う。影法師が壁に写っている。頭が動く。やがてそれがきちんと横向きに落ちつくと、自分は目口眉毛を心でつける。小母さんのうでがちょいちょい写る。かんざしで髪の中をいているのである。
 裏では初やが米をく。

 自分は小母さんたちと床を列べて座敷へ寝る。
 枕が大きくて柔かいから嬉しいと言うと、この夏にはうっかりしていたが、あんな枕では頭に悪いからと小母さんがいう。藤さんはこの枕を急いで拵えてから、あだに十日あまりを待ち暮したと話す。
 藤さんは小母さんの蒲団のすそを叩いて、それから自分のを叩く。肩のところへ坐って夜着の袖をも押えてくれる。自分は何だか胸苦しいような気がする。やがてあちらで藤さんが帯を解く気色けはいがする。章坊は早く小さないびきになる。自分は何とはなしに寝入ってしまうのが惜しい。
「ね、小母さん」とふたたび話しかける。
「え?」と、小母さんは閉じていた目を開ける。
「あの、いったい藤さんはどうした人なんです?」と聞くと、
「なぜ?」と言う。
 聞いてみると、このうちが江田島の官舎にいた時に、藤さんの家と隣り合せだったのだそうである。まだ章坊ももらわない、ずっと先の事であったし、小母さんは大変に藤さんを可愛がって、後には夜も家へ帰すよりか自分の側へ泊らせる方が多いくらいにしていた。はじめそこへ移ってきたあくる日であったか、藤さんがふと境の扇骨木垣かなめがきの上から顔を出して、
「小母さま。今日は」と物を言いかけたのが元であった。藤さんが七つ八つにすぎぬころであったろう。それから四五年してここの主人が亡くなって、小母さんはこちらへ住居をきめることになった。別れの時には藤さんも小母さんも泣いた。藤さんはその後いつまでも小母さん小母さんと恋しがって、今日まで月に一二度、手紙を欠かしたことはない。藤さんの家は今佐世保にあるのだそうで、お父さんは大佐だそうである。
「それでは佐世保からはるばる来たんですか」
「いいえ、あのだけは二た月ばかり前から、この対岸むかいにいるんです。あなたでもおんなじですけれど、こんなになると、情合はまったく本当の親子と変りませんわ」
「それだのにこの夏には、あの人の話はちょっとも出ませんでしたね」
「そうでしたかね。おや、そうだったかしら」
「そして私の事はもうすっかりあの人に話してあるようですね」
「ふふふそれはあなた、家では何とかいうとすぐあなたの話が出るんですから、あの人だって、まだ見もしないうちからもう青木さん青木さんと言って、お出でになってもまるで兄妹きょうだいかなぞのように思っているんですもの」と章坊の枕を直してやる。
「さっきもね、初やから、お嬢さんは存外人に恥かしがらない方だとかなんとか言ってからかわれたんでしょう。そうするとね、だってあの方はもうよくお知り申してる方なんだものってそう言うんですよ。それでいてまだずいぶん子供のようなところがあるんですからね」
「私だって何だか、はじめて会った人のようには思えませんよ。――まだ永く逗留とうりゅうするんですか」
「あのですか。そうですね……いったい今度こちらへまいったというのが……」
 しまいをあくびといっしょに言って、枕へ手を添えたと見ると、小母さんはその後を言わないで、それなりふいと眉毛のあたりまで埋まりこんでしまう。しばらく待ってみても容易にふたたび顔を出さない。蒲団の更紗へ有明行灯ありあけあんどんあかりおぼろにさして赤い花の模様がどんよりとしている。
 何だか煮えきらない。藤さんが今度来たのはどうしたのだというのか。何かおもしろくない事情があるのであろうか。小母さんは何とか言いかけてひょっくり黙ってしまった。藤さんはどうして九月から家を出ているのか。この対岸むかいのどんな人のところにいるのであろう。
 池へ山水の落ちるのがかすかに聞える。小母さんはいつしか顔を出してすやすやと眠っている。大根を引くので疲れたのかもしれない。小母さんの静かな寝顔をじっと見ていると、自分もだんだんにまぶたが重くなる。

 千鳥の話は一と夜明ける。
 自分は中二階で長い手紙を書いている。藤さんが、
「兄さん」と言ってはいってくる。
「あのただ今船頭が行李こうりを持ってまいりましたよ」という。
「あれは私のです」と言ったまま、やっぱりずんずんと書いて行く。
「それはそうですけれど、どうせこちらへ運ばなければならないのでしょう?」
「ええ」
「ではこの押入には、下の方はあたしのものが少しばかりはいっておりますから、あなたは当分上の段だけで我慢してくださいましな」
「………」
「ねえ」
「ええ」
「まあ一心になっていらっしゃるんだわ」という。
 ちょうど一と区切りついたから向きなおる。藤さんは少し離れて膝を突いている。
「お召し物も来たんでしょう?――では早くお着換えなさいましな。女の着物なんか召しておかしいわ」と微笑む。自分は笑って、袖をかざしてみる。
「さっきね」と、藤さんはたもとへ手を入れて火鉢の方へ来る。
「これごらんなさい」と、袂の紅絹もみ裏の間から取りだしたのは、くきの長い一輪の白い花である。
「このごろこんな花が」
蒲公英たんぽぽですか」と手に取る。
「どこで目っけたんです? たった一本咲いてたんですか」
「どうですか。さっき玉子を持ってきた女の子がくれてったんですの。どこかの石垣に咲いていたんだそうです。初やがね、これはこのごろあんまり暖かいものだから、ついだまされて出てきたんですって」
 返した花を藤さんは指先でくるくる廻している。
「本当にもう春のようですね、こちらの気候は」
「暖いところですのね」
 自分はもくもくと日のさした障子を見つめて、陽炎かげろうのような心持になる。
「私ただ今お邪魔じゃございませんか」
「何がです?」
「お手紙はお急ぎじゃないのですか」
「そうですね。――郵便の船はひるに出るんでしたね」
「ええ。ではあとですぐ行李をこちらへ運ばせますから」と、藤さんは張合がなさそうに立って行く。
「あ、この花は?」
「え?」と出口で振り向いて、
「それはあなたにおあげ申したのですわ」
 藤さんが行ってしまったあとは何やら物足りないようである。たんぽぽを机の上に置く。手紙はもう書きたくない。藤さんがもう一度やってこないかと思う。ちぎった書き崩しを拾って、くちゃくちゃに揉んだのをひろげて、しわを延ばして畳んで、また披げて、今度は片端から噛み切っては口の中で丸める。いつしかいろいろの夢を見はじめる。――自分は覚めていて夢を見る。夢と自分で名づけている。
 馬の鈴が聞えてくる。女がうたうのが聞える。
 ふと立って廊下へ出る。藤さんが池のそばにしゃがんでいて、
「もうおすみになって?」と声をかける。自分は半煮えのような返事をする。母屋おもやの縁先で何匹かのカナリヤがやっきにさえずり合っている。庭いっぱいの黄色い日向は彼らが吐きだしているのかと思われる。
「ちょっといらっしてごらんなさいな。小さなふなかしらたくさんいますわ」と、藤さんはまぶしそうにこちらを見る。
「だって下駄がないじゃありませんか」
「あたしだって足袋のままですわ」
 自分もそれなり降りて花床をまたぐ。はかなげに咲き残った、何とかいう花にすそが触れて、花弁はなびらの白いのがはらはらと散る。庭は一面に裏枯れた芝生である。離れの中二階の横に松が一叢ひとむら生えている。女松の大きいのが二本ある。その中に小さな水の溜りがある。すべてこの宅地を開く時に自然のままを残したのである。
 藤さんは、水のそばの、こけの被った石の上に踞んでいる。水ぎわにちらほらと三葉四葉ついたはぜの実生えが、真赤な色に染っている。自分が近づけば、水の面が小砂を投げたようにしびれを打つ。
「おや、みんな沈みました」と藤さんがいう。自分は、水をへだてて斜に向き合って芝生に踞む。手を延ばすなら、藤さんの膝にかろうじて届くのである。水は薄黒く濁っていれど、藤さんのかざたもとの色を宿している。自分の姿は黒く写って、松の幹の影に切られる。
「また浮きますよ」と藤さんがいう。ゆびさすところをじっと見守っていると、底の水苔を味噌汁のようにおだてて、幽かな色の、小さな鮒子がむらむらと浮き上る。上へ出てくるにつれて、幻からうつつへ覚めるように、順々に小黒い色になる。しばらくいっしょに集ってじっとしている。やがて片端から二三匹ずつりだして、列を作って、小早に日の当る方へと泳いで行く。ちらちらと腹を返すのがある。水の底には、泥をかぶった水草の葉が、泥へ彫刻したようになっている。ややあって、ふと、鮒子の一隊が水の色とまぎれたと思うと、底の方を大きな黒いのがうじゃうじゃと通る。
「大きなのもいるんですね。あ、あそこに」と指すと、
「どこに」と藤さんが聞く。しかしそれは写っている影であった。鮒子はやっぱり小さく上の方を行く。自分は足元の松葉をかき寄せて投げつける。鮒子は響のごとくに沈んで、争い乱れて味噌汁へ逃げこんでしまう。
 藤さんが笑う。
 手飼の白鳩が五六羽、離れの屋根のあたりから羽音を立てて芝生へ下りる。
「あのかもめは綺麗な鳥ですね」と藤さんがいう。
「あれは鳩じゃありませんか」
「ほほほほ、あれじゃないんですの。あたしね、ほほほほ」
「どうしたんです?」
「いいえ、あたしとんでもないことを思いだしたんですわ」と一人で微笑む。
「何を?」
「何でもないことです。――先達せんだってあたしがこちらへ渡ってくる途中でね、鴎が一匹、小さな枝切れへとまって、波の上をふわりふわりしていたんですの。ちょうど学校なぞにある標本を流したようでしたわ」
 自分は気がついたように、海の方を見わたす。はるかの果てに地方じがたの山がっすら見える。小島の蔭に鳥貝を取る船がむれ帆をつらねている。
「ね、鳩が餌を拾うでしょう」と藤さんがいう。
「芝生に何か落ちてるんでしょうか」
「あたしがさっきいておいたんです。いつでもあそこへ餌を撒くんです」
「あ、あれは足をどうかしてるようですね」
 初やがすたすたとやってくる。こん絆天はんてんの上に前垂をしめて、丸くふくれている。
「お嬢さん」
「何?」
「いいや、男のお嬢さんじゃわいの」
「まあ。今お着換えなさるんだわ」
「私がどうした」
「冗談は置いて、あなたはかにを食べなんしたか」
「いつ?」
「ほほほ、鴎のような話ね。――蟹を召しあがれば買ってくるつもりなの?」
「ええ、はあ買うたるのよの。午に煮ようかと思うんでがんさ。はあじきにお午じゃけに。――食べなんしたことががんすのかいの」
「食べるけど、あれは厄介やっかいなばかりでしかたがないや」
「おいしいものですけれどね」
「それはうもうがんすえの。それにこのごろは月がないころじゃけになおさらうまいんでがんすわいの。いいえ、ほんとでがんすて。月夜にはの、あれが自分の影に怖れてびくびくするけに痩せるんでがんすといの」
 村の水天宮様の御威徳を説く時の顔つきである。
「ほほほ」
「おもしろいな、それは」
「そんなら食べなんすか」
「食べるよ」
「じゃ、よかった」と、またあちらへすたすたと、草履のかかとへ短い影法師を引いて行く。
 鳩は少しも人に怖れぬ。

 自分は外へ出てみたくなる。藤さんは一人で座敷で縫物をしている。いっしょに浜の方へでも出てみぬかと誘うと、
「そうですね」と、にっこりしたが、何だか躊躇ちゅうちょの色が見える。二人で行ったとて誰がとがめるものかと思う。
「だってあんまりですから」と、ややあって言う。
「何が」
「でもたった今これを始めたばかりですから」
「ついでに仕上げてしまいたいのですか」
「いいえ、そうじゃないのですけど、何だか小母さんにすまないから。――あたし行きたいんですけれど」
「では行けばいいじゃありませんか」
「そんなことはかまわないんですけどね、あたしこちらへまいってから、いつもふさいでばかりいて、何一つろくにお手伝いしたこともないんでしょう」
 自分は立膝をして、物尺ものさしを持って針山の針をこつこつ叩いて、順々に少しずつ引っこませていたが、ふと叩きすぎて、一本の針を頭も見えないようにしてしまう。幸にそれにはちょっとした糸がついていたので、ぐいとその糸を引くと、針はすらりと抜ける。
「もう一と月からになるのですのに、ずっと私そんなでしたものですから、今日は気分はいいし、私の方からそう言って、これを言いつかったのですのに」
「かまわないや、そんなことは」
「だって女はそうも……」と、針に糸を通す。
 自分は素直に立って、独りで玄関へ下りたが、何だか張合が抜けたようでしばらくぼんやりと敷居に立っている。
 と、
「兄さん」と藤さんが出てくる。
「あそこに水天宮さまが見えてるでしょう。あそこの浜辺に綺麗きれいな貝殻がたくさんありますから、拾っていらっしゃいな」という。そんなにはずまないのだけれど、もうよそうとも言えないので、干し列べた平茎の中をぶらぶらと出て行く。
 五六歩すると藤さんがまた呼びかける。
「あなたおせなに綿屑かしら喰っついていますよ」
「どこに?」
「もっと下」
「このへんですか」
「いいえ」
「大きいのですか」
「あ、もうちょっと上」と言い言い出てきて取ってくれる。真綿の切れに赤い絹糸のからんだのが喰っついていたのである。藤さんはそれを手でみながら、
「いいお天気ですね」という。いっしょに行ってみたいという念がそぶりに表われている。門を出しなに振り返ると、藤さんはまだうろうろと立っている。
「お早くお帰りなさいましな」
「ええ」と自分は後の事は何んにも知らずに、ステッキを振り廻しながらとことこと出て行ったけれど、二人はついにこれが永き別れとなったのである。
 もちろんこの時には、借りた着物はもう着換えていた。着換えるまで自分は何の気もなしにいたけれど、こうして島の宿りに客となって、女の人の着物を借りて着たのかと思うと、脱ぐ段になって一種のえんな感じが起った。何だかもう少し着ていたいようにも思われた。そして、しばらく羽織の赤い裏の裏返ったのを見守った。自分の家なぞでは、こんな花やかな着物を脱ぎ捨ててあることはついに見られない。姉は十一で死んだ。その後家じゅうに赤い切れなぞは切れっ端もあったことはない。自分の家は冬枯れの野のようだとつくづくそう思う。そのうちにふと蛇の脱殻ぬけがらが念頭に浮んだ。蛇は自分の皮を脱いで、脱いだ皮を何と見るであろうかと、とんでもないことを考えだした時、初やがやってきて、着換えた着物を持って行った。
 今自分は、その蛇が皿を巻いたような丘の小道をぐるぐると下りて行く。一曲りずつ下りるにつれて、女の歌っているのがおいおいに鮮かに聞き取れる。
「ねんねしなされ、おやすみなされ。とりがないたら起きなされ」と歌う。つややかな声である。
「おきてなんせ、東が白む。館々やかたやかたの鶏が啼く」と丘を下りてしまうと、歌うのは角の豆腐屋のお仙である。すべてこの島の女はよく唄を歌う。はたを織るにも畠を打つにも、舟を漕ぐにも馬を曳くにも、働く時にはいつも歌う。朝から晩まで歌っている。行くところに歌のあがらぬことがあれば、そこには若い女がいないのである。若い女はみんな歌う。そしてお仙なぞは一番うまい組のようである。
 お仙は外に背中を向けて豆をいている。野袴をつけた若者が二人、畠の道具を門口へ転がしたまま、黒燻くろくすぶりのかまどの前にしゃがんで煙草をんでいる。破れた唐紙の陰には、大黒頭巾を着た爺さんが、火鉢を抱えこんで、人形のように坐っている。真っ白い長い顎髯あごひげは、豆腐屋の爺さんには洒落しゃれすぎたものである。
「おかしかしかし樫の葉は白い。今の娘の歯は白い」
 お仙は若い者がいるので得意になって歌っている。家について曲ると、
「青木さんよう」と、呼び止める。人並よりよほど広い額に頭痛膏をべたべたと貼りふさいでいる。昨夕ゆうべの干潟の烏のようである。
昨日きんにょうなんしたげなの。わしゃちょうど馬を換えに行っとりましての」と、手を休めて、
「乗りなんせい。今度のもおとなしゅうがんすわいの」と言ったかと思うと、またすぐに歌になる。
「親が二十はたちで子が二十一。どこで算用さんにょちごたやら」
「ようい、よい」と野袴の一人がはやす。
 横の馬小屋をのぞいてみたが、中に馬はいなかった。馬小屋のはずれから、道の片側を無花果いちじゅくの木が長く続いている。自分はその影を踏んで行く。両方は一段低くなった麦畠である。お仙の歌はおいおいに聞えなくなる。ふと藤さんの事が胸に浮んでくる。藤さんはもう一と月も逗留しているのだと言った。そして毎日ふさいでばかりいたと言った。何か訳があるのであろう。昨夜ゆうべ小母さんがにわかに黙ってしまったのは、眠いからばかりではなかったらしい。どういうことなのであろうかとしきりに考えてみる。
 うしろから鈴の音が来る。自分はわが考えの中で鳴るのかと思う。前からわらを背負った男が来る。後で、
「ごめんなんせ」という。振り向くと、馬の鼻が肩のところに覗いている。小走りに百姓家の軒下へける。そこには土間ではたを織っている。小声で歌を謡っている。
「おおい」と言って馬を曳いた男が立ちどまる。藁の男は足早に同じ軒下へける。馬は通り抜ける。蜜柑みかんを積んでいる。
 と、
「まあ誰ぞいの」と機を織っていた女が甲走かんばしった声を立てる。藁の男が入口に立ちふさがって、自分を見て笑いながら、じりじりとあとしざりをして、背中の藁を中へ押しこめているのである。
「暗いわいの」と女がいうと、
「ふふふ」と男は笑っている。打とけた仲かもしれない。
 ふたたび藤さんの事を考えつつ行く。初やは事情を知っているかもしれぬ。あれにしゃべらせてみようかしらと思う。
 このあたりはすべて漁師りょうしの住居である。赤ん坊を竹籠へ入れて、軒へぶらぶら釣り下げて、時々手を挙げて突きながら、網の破れをかがっている女房がある。縁先のむしろに広げた切芋へ、蠅が真っ黒にたかって、まるで蠅を干したようになっているのがある。だけれど、初やに聞くというのは、何だか、小母さんが言わないでいることを蔭へ廻って探るようで変である。聞くまい。知れる時には知れるのだ。自分はなぜこんなに藤さんの事を気にするのであろう。たんに好奇心というにすぎないのであろうか。
 この時自分は、浜のつつみの両側に背丈よりも高い枯薄かれすすき透間すきまもなく生え続いた中を行く。浪がひたひたと石崖いしがけに当る。ほど経て横手からお長が白馬を曳いて上ってきた。何やら丸い物を運ぶのだと手真似で言って、いっしょに行かぬかと言うのである。自分はついて行く気になる。馬の腹がざわざわと薄の葉をでる。
 そこを出ると水天宮のやしろである。あとで考えると、このへんで引き返しさえしたらよかったのに、自分はいつまでも馬のしりについて、山畠を五つも六つも越えて、とうとお長の行くところまで行ったのであった。谷合いの畠にお長のおやと兄の常吉がいた。二三寸延びた麦の間の馬鈴薯を掘っていたのである。
「まあ、よう来てくれなんしたいの」と言ってみんなで喜ぶ。爺さんは顔じゅうを皺にして、
「わしらはあんたがんなんしたあと、いつまでもあんたの事ばかり話していたんぞ」とにこにこする。
「はあ死ぬまで会われんのかいと思うたに」と母親が言う。自分は小さい時の乳母にでも会ったような心持がする。しばらくいろいろの話をする。
 やがて双た親は掘りはじめる。枯れ萎れた茎の根へ、ぐいと一とくわ入れて引き起すと、その中にちらりと猿の臀のような色が覗く。茎を掴んで引き抜くと、下に芋が赤く重なってついている。常吉はうしろからぽきぽきとそれをもぎ取ってふごへ入れる。一と畚溜ればうんと引っ抱えて、くろに放した馬の両腹の、網の袋へうつしこむ。馬は畠へ影を投げて笹の葉を喰っている。自分はお長と並んで、畠の隅の蓆の上で煙草を吹かす。双た親は鍬を休めるたびごとには自分の方を向いて話しをする。お長も時々袖を引いて手真似で話す。沖の鳥貝を掻く船をゆびさして、どの船も帆を三つずつ横向きにかけている。両端から二本の碇綱いかりづなを延しているゆえ、帆に風をはらんでも船は動かない。帆が張っているから碇綱はゆるまぬ。鳥貝は日に干して俵に詰めるのだなどと言う。浪が畠の下の崖にくだける。日向ひなたがもくもくと頭の髪に浸みる。
 やがて常吉の若い嫁が、赤い馬を引いてやってくる。その馬が豆腐屋のであった。嫁も掘る。自分も掘ってみたいと言ったけれど、着物がよごれるからだめだと言って母親が聞かない。嫁は唄を謡う。母親も小声で謡う。謡えぬお長はして蓆の端を※(「てへん+毟」、第4水準2-78-12)むしっている。
 常吉が手を叩くと、お長は立って、白馬を引いて行く。網の袋には馬鈴薯がいっぱいになっている。白馬が帰ってくると、嫁の赤馬が出て行く。赤が帰ると白が出る。
とうやん、はあめにしなんせ」と常吉が鉢巻はちまきを取った時には、もう馬の影も地に写らなかった。自分は何時間おったか知らぬ。鳥貝の白帆もとくにいなくなっている。
「旦那は先いんなんせ。お初やんが尋ねに出ましょうに」と母親がいう。自分は初めて貝殻の事を思いだして、そこそこに水天宮のところまで帰ってくる。
 夕日がはるか向いの島蔭に沈みかかっている。貝殻はもう止そうかしらと思ったが、何だか気がすまぬゆえ、せめて三つ四つばかりでもと思って干潟へ下りる。嫁の皿という貝殻がたくさんころがっている。拾いだすとなかなか止められない。とうと片っ方のたもとへおおかたいっぱいになるまで拾う。
 上へ上ってみると、自分の歩いた下駄のあとが、居坐った二つの漁船りょうせんの間にうねすねと二筋に続いている。帰ったら藤さんが一番に出てきて、まあ何をしておいでになったんですと言うであろう。そして貝殻を玄関へうつしだすと、おやたくさんにまあと言って嬉しそうにするであろう。自分はそれをもうあったことのように考え浮べながら、袂を抱えて小早に帰る。豆腐屋の前まで来ると、お仙が門口でカンテラへ油をさしていた。
 丘を上る途中で、今朝買わせたばかりの下駄だのに、ぷすり前鼻緒が切れる。元が安物で脆弱ひよわいからであろうけれど、初やなぞに言わせると、何か厭なことがある前徴である。しかたがないから、片足袋ぬいで、半分跣足はだしになる。
 家へ帰ると、戸口から藤さんを呼びかけて、しばらく玄関にうろついていたが、何の返事もない。もう一度高く呼んで、今度は小母さんと言ってみたがやっぱり返事がない。家じゅうがしんとしていて、自分の声のはいって行く跡が見えるようである。勝手へ廻って初やを呼んでも初やもいない。変だと思いながら、あり合せの下駄をげて井戸端へ出て、足を洗おうとしていると、誰かしら障子の内でしくしくとすすり泣きをしている。障子を開けてみると章坊である。足を投げ出してしょんぼりしている。
「どうしたんだ」と問えど、返事もしないでただ涙を払う。
「お母さんはいないの?」と言えば顔を横に振る。
「いるの?」と言えどやっぱり横に振る。
「どうしたんだ。姉さんはどこへ行ったんだい?」と聞くと、章坊は涙の目を見張って、
「姉さんはもう帰っちゃったんだもの」と泣きだすのである。
「おや、いつ?」
「よその伯父さんが連れに来たんだ」
「どんな伯父さんが」
「よその伯父さんだよ」と涙を啜る。
 自分は深い谷底へ一人取残されたような心持がする。藤さんはにわかに荷物をまとめて帰って行ったというのである。その伯父さんというのはだいぶ年のった、鼻の先に痘痕あばたがちょぼちょぼある人だという。小母さんも初やもいっしょに隣村の埠頭場はとばまでついて行ったのだそうである。夕方の船はこの村からは出ないのである。初やは大きな風呂敷包みを背負って行った。も少し先のことだという。その伯父さんは章坊が学校から帰ったらもう来ていたというのである。自分は藤さんの身辺の事情が、いろいろに廻り灯籠どうろうの影のように想像の中を廻る。今埠頭場まで駈けつけたら、船はまだ出ないうちかもしれない。隣村の真ん中までは二十町ぐらいはあろうけれど、どこかの百姓馬を飛ばせば訳はない。何だか会ってこと別れがしたいようである。このままでは物足りない。だまされでもしたようにあっけない。駈けつけてみようかしらと思うけれど、考えると、その伴れに来た人間に顔を見られるのが厭である。何だか無性に人相のよくない人間のような気がしてならない。それが怪しげな眼つきをしてじろじろと白眼にらみでもすると厭である。また船が出た後であっては間抜けている。そして小母さんに自分などは来なくてもいいのにと思われると何だかきまりが悪い。こう思って決心がつかない。しばらくぼんやりと立って、その伯父さんの顔を考えてみる。これまで見たことのある厭な意地くねの悪い顔をいろいろ取りだして、白髪のかつらの下へめて、鼻へ痘痕あばたを振ってみる。
 やがて自分はのこのこと物置の方へ行って、そこから稲妻の形に山へついた切道を、すたすたと片跣足かたはだしのままで駈け上る。高みに立てば沖がずっと見えるのである。そして、隣村の埠頭場から出る帆があれば、それが藤さんの船だと思ったからである。あがれるだけ一足でも高く、境にめぐらす竹垣の根まで、雑木の中をむりやりに上って、小松の幹をつかまえて息を吐く。
 白帆が見える。池のごとくに澄みきった黄昏たそがれの海に、白帆が一つ、動くともなく浮いている。藤さんの船に違いない。帆のない船はみんな漁船りょうせんである。藤さんが何か考えこんではすかいに坐っているところが想われる。伴れに来た人は何にも言わないで、鼻の痘痕を小指の爪でせせくって坐っているような気がする。藤さんはどんな心持がしているであろう。どういうことからこんなに不意に伴れて行かれたのであろうか。小母さんのところに一と月もいたのはどうしたゆえであろうかと、いろんなことが一度に考えられて、物足りないような、いらだたしい心持がする。船から隣村の岸までは、目で見てもここからこの前の岸までよりかはるかに遠いけれど、まだ一里と乗りだしてはいない。自分が畑に永くいさえしなかったら、少くとも藤さんが出かけるところへなりと帰ってきたであろうに。それともなぜはじめから出て行くのを止さなかったろう。いっしょにいる間は別に何とも思わなかったけれど、こうなってみれば、自分は何かしらあなたをいじらしく思うとくらいは言っておきたかったような気がする。このままで永く別れてしまうのは何だか物足りない。自分がどんな気でいるかは藤さんは知ってはいまい。別れた後は元の知らぬ人と考えているように思っていてくれては張合がない。自分は何だかお前さんの事が案じられてならないのである。
 このあたりの見渡しは、この時のみは何やら意味があるようであった。暮れて行く空や水や、ありやなしやの小島の影や、山や蜜柑畑や、森や家々や、目に見るものがことごとく、藤さんの白帆が私語ささやく言葉を取り取りに自分に伝えているような気がする。
 と、ふと思わぬところにもう一つ白帆がある。かなたの山の曲り角に、もやに薄れて白帆が行く。目の迷いかとひとみらしたが、やっぱり帆である。しかし藤さんの船はぜひとも前からの白帆と定めたい。遠い分はよく見えぬ。そして、間もなく靄の中に消えてしまうのである。よく見えて永く消えないのが藤さんの船でなければならぬ。
 はらはらと風もないのに松葉が降る。方々のはたの音が遠くの虫を聞くようである。自分は足もとのわが宿を見下す。宿は小鳥の逃げた空籠のようである。離れの屋根には木の葉が一面に積ってちている。物置の屋根裏で鳩がぽうぽうといている。目の前の枯枝から女郎蜘蛛じょろうぐもが下る。手を上げてはらい落そうとすると、蜘蛛はすらすらと枝へ帰る。この時たもとの貝殻ががさと鳴る。今までとんと忘れていたけれど、もうこの貝殻も持っていたってつまらないと思って、一つずつ出しては離れの屋根を目がけて投げつける。屋根へ届くのは一つもない。みんな途中へ落ちる。落ちて木の葉がかすかに鳴る。今のは何とも答がなかったと思うと、しばらくして思いだしたようにばさというのがある。目を閉じて横の方へうんと投げて、どの見当で音がするか当ててみる。しなければするまで投げる。しまいには三つも四つもにぎってむちゃくちゃに投げる。とうとう袂の底には、からからの藻草の切れと小砂とが残ったばかりである。
 ふたたび白帆を見る。藤さんのはいつまでも一つところにいる。遠くの分はもう亡くなっている。そして、近く岸のすすきのはずれにこちらへ帰る帆がまた一つある。どこから帰ったのかとはじめはいぶかしむ。そのうちに、これは一番はじめのがこちらへ近づいたのではあるまいかと疑う。みるみる岸に近くなる。それでは藤さんの船だと思ったのは、こちらへ帰る船ではなかったろうか。今の藤さんの船は、靄の中のがこちらへ出てきたのではあるまいか。自分はわが説があざけりの中に退けられたように不快を感ずる。もしかなたの帆も同じくこちらへ帰るのだとすると、実際の藤さんの船はどれであろう。あちらへ出るのには今の場合は帆が利かぬわけである。けれども帆のない船であちらへ行くのは一つもない。右から左へ、左から右へとくまなく探しても一つもない。自分は気がいらだってくる。それでは先に靄の中へ隠れたのが藤さんのだ。そしてもう山を曲って、今は地方じがたの岬を望んで走っているのである。それにめねば収まりがつかない。むりでもそれに違いない、と権柄けんぺいずくで自説をつらぬいて、こそこそと山をりはじめる。
 下りる途中に、先に投げた貝殻が道へぽつぽつ落ちている。綺麗きれいな貝殻だから、未練にもまた拾って行きたくなる。あるだけは残らず拾ったけれどやっと、片手に充ちるほどしかない。
 下りてみると章坊が淋しそうに山羊やぎおりを覗いて立っている。
「兄さんどこへ行ったの」と聞く。
「おい、貝殻をやろうか章坊」というと、素気なくいらないと言う。
私は不意に帰らねばならぬことと相なり候。わけは後でお聞きなさることと存候。容易にはまたとお目もじもかなうまじと存ぜられ候。あなたさまはいつまでも私のお兄さまにておわし候。静かに御養生なされ候ようお祈り申しあげ候。おものも申さで立ち候こと本意ほいなき限りに存じまいらせ候。なにとぞお許しくだされたく候。
これは足を洗いながら自分が胸の中で書いた手紙である。そして実際にこんな手紙が残してあるかもしれないと思う。出ようとする間ぎわに、藤さんはとんとんと離れへはいって行って、急いで一と筆さらさらと書く。母家おもやで藤さんと呼ぶ。はいと言い言い、あらあらかしくと書きおさめて、すずりの蓋を重しに置いて出て行く。――自分が藤さんなら、こんな時にはぜひとも何とか書き残しておく。行ってみれば実際何か机の上に残してあるかもしれないという気がする。
 しかしやっぱりそんな手紙はなかった。
 けれども、ふと机の抽斗ひきだしを開けてみると、中から思わぬ物が出てきた。の紋羽二重に紅絹もみ裏のついた、一尺八寸の襦袢じゅばんの片袖が、八つに畳んで抽斗の奥に突っ込んであった。もとより始めは奇怪なことだと合点が行かなかった。別に証拠といってはないのだから、それが、藤さんがひそかに自分に残した形見であるとは容易に信じられるわけもない。しかし抽斗は今朝初やに掃除をさせて、行李から出した物を自分で納めたのである。袖はそれより後に誰かが入れたものだ。そしてこの袖は藤さんのに相違はない。小母さんや初やや、そんな二三十年前の若い女に今ごろこんな花やかな物があるはずがない。はたして藤さんが入れたのだとは断言できぬけれど、しかしほかのものがどう間違ったってこんな物を自分の抽斗へ入れこむわけがない。藤さんのしたことにきまっている。そうすればただうっかり無意味で入れたのではない。心あって自分にくれたのである。そう推定したってむりとは言えまい。自分は袖をかざして何だかほろりとなった。
 しかし自分は藤さんについてはついにこれだけしか知らないのである。ああして不意に帰ったのはどういう訳であったのか、それさえとうと聞かないずくであった。その後どこにどうしているのか、それも知らない。何にも知らない。
 というとちょっと合点が行かぬかもしれぬけれど、それは自分がわざわざ心配してこんな風にしてしまったのである。千鳥の話が大切なからである。千鳥の話とは、おしのお長の手枕にはじまって、絵に描いた女が自分に近よって、狐がいたちほどになって、更紗の蒲団の花が淀んで、ふなが沈んで針がうずまって、下駄のが切れて女郎蜘蛛が下って、それから机の抽斗から片袖が出た、その二日の記憶である。自分は袖を膝の上に載せたまま、暗くなるまでじっと坐っていろいろな思いにくれた末、一番しまいにこう考えた。話はただこの二日で終らなければおもしろくない。跡へ尾を曳いてはもうつまらないと考えた。ある西の国の小島の宿りにて、名を藤さんという若い女に会った。女は水よりも淡き二日の語らいに、片袖を形見に残して知らぬ間にいなくなってしまった。去ってどうしたのか分らぬ。それでたくさんである。何事も二日に現れた以外に聞かぬ方がいい。もしやよけいなことを聞いたりして、千鳥の話の中の彼女に少しでも傷がついては惜しいわけである。こう思ったから自分はその夕方、小母さんや初やなどに会うのが気になった。二人が何とか藤さんの身の上を語って、千鳥の話をこわしはしまいかと気がもめた。
 小母さんは帰ってくるやいなや、
「あなたおなかがすいたでしょう。私気になって急いで帰ったのでしたけど」と、初やにおさいの指図をして、
「これから当分は何だかさびしいでしょうね。まったく不意にこんなことになったのですよ」と、そろそろ何か言いだしそうであったから、自分はすぐ、
「あの豆腐屋の親爺さんは、どういう気であんなにひげを生やしているんでしょう。長い髯ですね」と言って、話の芽を枯らしてしまった。
 それ以来小母さんたちがちょっとでも藤さんの事を言いだすと、自分はたちまち二日の記憶を抱いてげて行くのであった。どんな場合でもすぐ遁げる。どうしても遁げられない時には、一生懸命にほかのことを心の中で考え続けて、話は少しも耳へ入れぬようにしていた。後には、小母さんも藤さんの事は先方から避けていっさい自分の前では言わなくなった。初やも言い含められでもしたのか、妙に藤さんの名さえも口に出さなかった。二人で何とか考えての事かもしれないと思ったが、そんなことはどうでもよかった。聞かされさえしなければいいのである。その後小母さんからよこす手紙にも、いつでも自分がいたころの事をあれこれ回想していながら、今に藤さんの話は垢ほども書いてはこない。
 以来永く藤さんの事は少しも思わない。よく思うのは思うけれど、それは藤さんを思うのではない。千鳥の話の中の藤さんを思うのである。今でも時々あの袖を出してみることがある。寝つかれぬ宵なぞにはかならず出してみる。この袖を見るには夜も更けぬとおもしろくない。更けて自分は袖の両方の角をつまんで、腕を斜に挙げてともし火の前に釣るす。赤い袖の色に灯影が浸みわたって、真中に焔が曇るとき、自分はそぞろに千鳥の話の中へはいって、藤さんといっしょに活動写真のように動く。自分の芝居を自分で見るのである。始めから終りまで千鳥の話をくわしく見てしまうまでは、かざす両手のくたぶれるのも知らぬ。袖を畳むとこう思う。このたもとの中に、十七八の藤さんと二十ばかりの自分とが、いつまでも老いずに封じてあるのだと思う。藤さんは現在どこでどうしていてもかまわぬ。自分の藤さんは袂の中の藤さんである。藤さんはいつでもありありとこの中に見ることができる。
 千鳥千鳥とよくいうのは、その紋羽二重の紋柄である。

sumber: http://www.aozora.gr.jp/cards/000107/files/1532_20039.html


P.S.
Ini naskah yang insyaAllah saya ajukan untuk ragangan skripsi dan usulan penelitian :) doakan yah.
Nanti insyaAllah saya posting terjemahannya, versi saya tentunya :D