Thursday, December 20, 2012

Aku Tidak Lebih Baik Daripadamu


“sem.pur.na a 1 utuh dan lengkap segalanya (tidak bercacat dan bercela) 2 lengkap; komplet 3 selesai dengan sebaik-baiknya; teratur dengan sangat baiknya 4 baik sekali; terbaik” (Depdiknas, 2008: 1265)

Seringkali kita pikir bahwa di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna. Oh ya? Ciyus? Miapah? (alay... zzz...) Parameter ‘sempurna’ seperti apa yang kita gunakan, itu akan memberikan penilaian sendiri terhadap apa-apa saja yang ada di dunia ini. Entah seperti apa, ya itu mah terserahmu saja.

Tapi, sekali lagi, saya ingin membagikan analogi favorit saya tentang apa itu kesempurnaan (terlepas dari hal yang ‘Maha Sempurna’, Dia mah tidak bisa dibandingkan dengan apa-apa yang menjadi ‘hamba-Nya’).

People is just like a coin. Manusia itu cuma seperti sekeping koin. Masing-masingnya mempunyai sisi yang berbeda. Muka pertama angklung, muka dibaliknya ternyata garuda. Di depan melati, eh dibaliknya garuda juga (hehe). Namun, jika salah satu sisi-nya hilang, apakah nilai dari koin itu akan tetap sama seperti semula? Gak tau juga, sih, kalau dalam kenyataan, tapi kalau menurut saya mah gak bakal bernilai lagi, karea salah satu sisinya yang merupakan kelengkapannya hilang. Yasudah.

Sama seperti manusia, dia selalu mempunyai dua sisi. Positif dan negatif. Bahkan jika tidak bisa baca-tulis itu kamu anggap sebagai hal yang negatif, Rasulullaah pun demikian. Namun, hal-hal itulah yang membuat seorang manusia menemukan kesempurnaannya. Mempunyai dua sisi, sehingga kita bisa saling melengkapi dan menasehati. Saat manusia mempunyai 100 kelebihan dengan nihilnya kekurangan, dunia tentu takkan seimbang, karena setiap manusia akan hidup untuknya sendiri, tidak membutuhkan keberadaan orang lain untuk  melengkapi hidupnya yang penuh superioritas. Begitu juga sebaliknya. Sedih banget, merana...

Menurut saya, itulah. Saat salah satunya hilang, kita tidak akan menjadi manusia lagi. Karena manusia itu mempunyai hati yang sangat mudah bolak-balik-nya. Kadang malaikat, kadang iblis, kadang Lucifier (haha). Manusia pun punya potensi yang tidak bisa diseragamkan; unik, penuh intrik, tapi menarik. Misalnya, saat kamu bisa muterin kepala 180 derajat, saya bisa muterinnya 360 derajat (alias 0 derajat, haha). Sisi-sisi itu patut kita syukuri dan manfaatkan sebaik mungkin, dengan mengasah itu semua agar hal-hal tersebut selalu tetap proporsional. Dan takkan ada yang namanya gradasi tanpa ada heterogenitas warna, seperti takkan adanya pelangi tanpa adanya 7 warna. Ya.

Dan begitulah, dengan kedua sisi yang kumiliki, aku tidak lebih baik darimu. Dan kamu juga tidak lebih baik daripadaku. Siapa yang tahu, coba?  Kalau kita punya iman, ya kita akan mengimani, hanya Dia saja yang tahu siapa yang lebih baik di antara sekian banyaknya manusia yang masih ataupun sudah tidak hidup lagi di dunia. Jadi, berhentilah statis. Hidup ini tidak akan seru jika kita selalu merasa cukup dengan apa yang kita punya. Berbeda merasa cukup dengan menyederhanakan diri. Kesempurnaan kita akan selalu dinamis atau statis, tergantung dari cara kita menjalani dan menyikapi hidup yang banyak garisnya ini.

Ya, aku tak lebih baik darimu, jadi jangan lihat saya dengan parameter sempurnamu yang dibutakan oleh utopiamu saja. Kamu juga sama. Deal? J Dengan begitu, kekecewaan kita terhadap sesama akan sedikitnya terkurangi dengan sendirinya.

“Ya, keharmonisan, kecocokkan, kepaduan, itu...
takkan terjadi tanpa adanya kelebihan dan kekurangan.”

Sunday, December 16, 2012

Kata-kata Perpisahan dengan Harmoni


Sebuah Periode yang (Harus) Berakhir: Sebuah Pengantar

Segala puji hanya milik Allah subhanahuwata’ala. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah shalallaahu’alayhiwasallam.

Kepada segenap Gama FIB yang saya hormati,

satu periode ini hampir selesai. Setelah saya, kami, dan Anda semua berbicara beberapa saat dalam Sidang Akhir Tahun ini, periode kami di BEM Gama FIB Unpad pun akan selesai.

Periode merupakan sebuah rangkaian waktu yang berantai; terbentuk dari sebuah fase tertentu. Agaknya, akan membingungkan Anda memang jika saya harus membicarakan waktu. Karena waktu merupakan hal yang abstrak. Terkadang kita tidak merasakan waktu karena leha-lehanya kita. Namun ada kalanya kita sangat merasakan keberadaan waktu karena sibuknya kita atas agenda-agenda yang semoga saja melahirkan manfaat, setidaknya bagi yang terdekat dari diri kita.

Periode yang telah kami jalani takkan mungkin bisa kembali. Segala jejak yang tersisa; baik yang buruk maupun sebaliknya, takkan mungkin terhapus dari sejarah, meskipun Anda, bahkan kami, mungkin akan melupakannya. Ya, tidak bagi para saksi-saksi bisu yang menemani perjalanan kami selama ini. Laporan pertanggungjawaban ini merupakan salah satu diantara mereka

Periode ini, telah mengadakan dan meniadakan banyak hal. Kami tidak berani menyatakan diri bahwa jargon ‘Harmoni’ yang kami tanam itu telah sampai pada pucuknya (indikator keberhasilannya), melihat dari banyaknya hal baru yang muncul dan hal lama yang dikorbankan, bahkan dibuang. Apakah yang muncul itu baik, atau sebaliknya? Apakah yang dibuang itu buruk, atau sebaliknya? Apakah (bermanfaat) yang telah kami upayakan itu? Bijaknya, silakan Anda lihat. Segala sikap yang muncul, merupakan cerminan dari diri. Dan tiada yang salah dari itu, dalam tataran cermin.

Periode yang penuh dinamika. Manusia dinamis adalah manusia yang hidup; karena dinamika merupakan salah satu syarat kehidupan. Maka kami berani menyatakan bahwa kami pernah ada. Kami pernah hidup. Karena kami pernah menggerakkan roda dinamika fakultas kita, dengan sedaya upaya yang kami mampu. Kaderisasi dan pengembangan karakter mahasiswa, penalaran, minat, dan bakat, media dan informasi, hubungan internal dan eksternal, sikap sosial dan pengupayaan kesejahteraan mahasiswa, perapian administrasi dan pengelolaan keuangan internal, semuanya merupakan gerigi dinamika yang menggerakkan potensi di bidang masing-masing. Imbasnya, positif-negatifnya, tergantung dari penerimaan para individu yang menjadi objek, bahkan subjek yang bertanggung jawab akan dinamika yang telah terjadi. Silakan Anda lihat, dan biarkan Dia yang menilai; karena ada yang Maha yang selalu memantau kita dengan detilnya dan tanpa jemu, bagi orang-orang yang masih mempunyai iman di hati.

Akhirnya, kalau memang semua yang telah kami mulai harus berakhir, kami hanya bisa mengucapkan dua ungkapan: “Terima kasih,” dan “Mohon maaf,” Terima kasih, atas segala bentuk dukungan, partisipasi, dan refleksi yang diberikan atas apa yang telah kami lakukan.  Mohon maaf, atas segala ketidaksempurnaan kami yang tampak sebagai kesalahan, kelalaian, atau kebodohan. Itu semua, masih menandakan bahwa kami hanyalah manusia. Manusia yang hanya ingin berusaha berbagi kebermanfaatan dengan apa yang dia bisa, manusia yang hanya ingin mencoba menambah kapasitasnya agar bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi. Manusia, yang ingin sedikit berlelah, hanya untuk sekedar belajar dari kenyataan.

Bagi yang akan melanjutkan atau bahkan menggantikan kami, laporan pertanggungjawaban ini bisa Anda gunakan sebagai sumber sejarah. Silakan digunakan sebagaimana mestinya, karena jika perjuangan yang telah berjalan selalu dimulai kembali dari garis start, garis finish akan selalu menjauh dengan sendirinya. Pada kenyataannya, manusia seringkali mengalami kemunduran karena sekedar gengsi. Namun kemunduran itu toh tidak selamanya (akan menjadi) buruk. Jadi silakan sikapi dengan bijak.

Alhamdulillaah. Demikian.

Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa 
menghargai kreasi dan mengoptimalkan potensi.

Jatinangor, untuk 8 Desember 2012
Wakil Ketua BEM Gama FIB Unpad
Kabinet Harmoni
Muhammad Dzikri
 


Muhammad Dzikri
NPM 180610090022