Wednesday, August 29, 2012

Berat

Bukan hanya mataku, seluruh semesta seakan sangat berat janari ini.
Meskipun ku terjaga dengan sebenar-benarnya jaga, seakan masih ada yang tertidur.

Namun dengan itu semua, akankah membuat kau kalah? Kurasa kau pun tahu jawabnya. Jawaban yang sudah tak usah lagi kita perbincangkan apalagi pergunjingkan, tak usah lagi kita diskusikan apalagi seminarkan.

Ku coba menyapa seekor nyamuk yang sedang mencari oasis kehidupannya. Berapakah nilai setetes darah manusia bagimu? Dia menjawab dengan percaya dirinya, "Seharga diriku; jiwa dan raga, bahkan lebih."

Mungkin kedengarannya terlalu sombong bagi sekedar nyamuk yang sering kita bunuh sehari-hari, namun begitulah adanya. Terkadang ku berpikir, mereka lebih baik daripada manusia, dalam beberapa hal.

Manusia sering terlena dengan tidurnya, namun seekor nyamuk melihat itu semua sebagai peluang.

Tidak sekedar peluang, karena itu menyangkut 'jiwa dan raga, bahkan lebih'.

Dan mereka tidak sedikit pun gentar akan resiko 'tepukan malaikat maut' atau 'aerosol pencabut nyawa' yang sering dia temui, bahkan sudah menjadi santapan sehari-hari.

Dengan umur yang sependek itu, mereka seakan ingin menciptakan sebuah 'sejarah'. Dan sejarah-sejarah itu pun tercipta, bahkan lebih dari yang apa dia bayangkan.

Kematian hanyalah kewajaran, bagi mereka. Bukan sesuatu hal yang menakutkan dan harus dihindari. Itu adalah hal yang meniscayakan yang harus dihadapi.

Ku terlalu banyak belajar, sehingga berat itu pun tak berkurang.

Seekor lagi pun mati lagi. Itukah hidupmu yang singkat?

Ya, tidak buruk. Kau memang pencetak sejarah. Terima kasih.

Berat... ternyata yang berat itu si hati.

Berat hati, saat harus memilih.

Sebuah visi yang kokoh pun hancur luluh lantak. Semuanya sirna. Semuanya rusak. Semuanya bobrok. Semuanya menjadi tidak jelas. Blur.

Berat ya?

"Tak peduli apapun pilihanmu; selama itu baik. Yang terpenting adalah bagaimana kamu bisa bertanggung jawab atas pilihanmu."

Apakah itu akan membuatmu kalah? Batas jiwa-ragamu lebih dari yang kamu hadapi lalu-lalu. Bahkan lebih dari yang kau bayangkan.

Tak malukah kau kepada sang nyamuk. Mahakarya sang Mahakuasa, kecil, namun kau tak bisa sekedar menyamai kesungguhannya. Padahal kau sering menganggap dirimu sendiri besar, bahkan Mahabesar.

Sombongnya seonggok daging hidup ini.

Berat... Tanggung jawabmu memang berat, wahai daging tulang darah yang ditiupkan Ruh ke dalam kalian semua, sehingga kalian mempunyai 'kehendak bagian'mu masing-masing, yang bisa mengubah nasibmu.

Namun kau telah hidup. Arena ini membuktikannya. Segala manuskrip dan cerita rakyat sudah membuktikan bahwa kau itu hidup, setidaknya 'pernah' hidup. Memberikan sesuatu bagi orang lain, setidaknya bagi onggok-onggok lain yang kau sebut 'anak-cucu'.

Dan kau tak perlu malu, karena pintu restorasi masih terbuka lebar.
Restorasi dari sang Maha Pengembali Jiwa-jiwa yang Hilang.

Hidup itu memang sederhana, manusialah yang mempersulit dirinya, dengan masalah yang ia timbulkan sendiri.

Berat ya? Baru tahu kau jadi manusia itu memang berat. Atau baru sadar?

Tapi apakah kau akan kalah karena itu? Apakah kau masih berniat membuat seminar kegalauanmu  lagi?

Mari pergi, kita daki sebuah gunung. Tidak ada yang akan kita temui di sana selain ranting yang basah. Saat kita sudah sampai puncak. Hirup udara sebisamu, dan mari kita terbang. Membuat jembatan warna dari sayap-sayap transparan, kita hias langit dengan warna kita, apapun warnanya. Pastikan, kita jatuh dengan warna biru. Karena saat kita jatuh, warna terakhir kita kan menjadi langit yang baru.

Setelah jatuh, kita pun akan berpisah. Warna kitalah yang akan tetap melekat pada sayap kita yang mungkin patah karena kita jatuhnya cukup keras. Hitam dan putih pun akan lahir, tergantung gradasi warna yang kita buat selama terjun bebas kita tadi.

Mata ini masih berat, namun ku sudah bisa melihat jelas semuanya. Gentlemen-kah Anda?

Ya, menurut saya gentlemen itu saat kita berani melihat sesuatu hal yang kita tak berani melihatnya.
Tolong bedakan berani dengan nekat.

Yang masih berat banget itu, saat semesta ini menggiring seberkas cahaya suci.
Saat bulan memantulkan cahaya itu, membuat sebuah spot light yang menghujam setiap sudut ruang kecil ini, sekedar menganga pun ku tak sanggup.

Mungkin itulah, yang orang-orang sebut. Tak heran, hidup semakin berat.

Suatu saat, ku kan menjadi cahaya itu juga, meskipun mustahil.
Saat 'kehendak bagian' mau kugunakan, mungkin berat itu akan dijinjing bersama.


No comments:

Post a Comment